Cabe
adalah sesuatu yang ndak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari hari, khusunya
ketika makan. Kegemaran orang Indonesia makan cabai dipercaya berlangsung sejak
dulu. Menurut sejarah, cabai menjadi komoditas penting di Indonesia sejak masa
Jawa Kuno dan menjadi makin familiar dengan lidah orang Indonesia. Dari awal,
menu sambal memang paling praktis, mudah dibuat, dan bisa disandingkan dengan
makanan lain. Tidak hanya itu, banyak yang bilang kalau makan sambal terasi pakai
nasi hangat dan lauk tempe rasa nikmatnya melebihi hidangan di restoran bintang
5. Lidah Indonesia juga sudah sangat familiar dengan sambal bawang, sambal
dabu-dabu, sambal ijo, sambal matah, sambal tomat dan lainnya. Selera makan
makin meningkat biarpun harus berkeringat deras. Bahkan beberapa makanan diberi
label dengan tingkat kepedasan level 1 hingga level 10. Sekilas membayangkan
kenangan indah bercengkrama dengan sambal.
Apalagi
hidup di daerah sedingin Abmisibil yang selalu berteman dengan kabut. Makan
dengan sesuatu yang pedas dan panas adalah sebuah kenikmatan tersendiri, ya
macam naik surga di tangga pertama.Haiyaa... Kata mbah “google” rasa pedas yang dihasilkan oleh cabai dapat
menstimulasi sekresiendorphin oleh hipotalamus. Hipotalamus sendiri adalah kelenjar dibawah otak
yang akan bereaksi bila tubuh merasakan sakit luar biasa, dan disini rasa pedas
dikenali oleh jaringan syaraf tubuh sebagai rasa sakit sehingga secara alami
tubuh mengeluarkan endorphin,
yaitu senyawa yang mirip dengan morphin.
Karena itulah kenapa orang yang hobi makan makanan pedas sudah seperti
kecanduan karena tubuh memproduksi morphin alami. Satu hal yang sangat
disayangkan cabe ndak bisa tumbuh subur di daerah. Bisa dibilang cabe adalah
barang langka. Sungguh jauh panggang dari api.
Sebagai
orang asli jawa, makan tanpa rasa pedas sungguh sangat hambar. Bahkan terkadang
seperti ndak makan. Alhasil saya dan teman teman mencari cara biar bisa
menikmati rasa pedas. Pucuk dicinta ulam tiba, pastor turun ke kota naik
pesawat. Alamat bakal hidup makmur lidahku. Sambal instan menjadi list pertama
yang ada di barang titipan belanja ke kota. Dan akhirnya kita bisa menikmati pedas dari pedas sambel instan.
Konon katanya berbagi itu indah, maka satu kaleng lain dikirim ke teman senasib
sepenanggungan di distrik sebelah Okbab. Secara disana kan ndak ada warung dan
aksesnya lebih sulit. Dan 3 kaleng sambal instan ludas sebelum pekan ketiga.
Tak disangka sambal kalengan yang kita kirim, diganti dengan satu tumpuk cabe
dari Okbab..wak..wah...wah...ternyata disana cabe banyak juga tu.bisa
dimanfaatin ni.
Terinspirasi dari hal tersebut teman teman guru
akhirnya memberlakukan subsidi silang. Apapun acaranya, harus ditukar dengan
cabe. Mie instan ditukar cabe, roti ditukar cabe, permen ditukar cabe bahkan hukuman
pun juga musti bawa cabe. Mulai anak yang telat, ndak ngerjain tugas, bolos dan
lainnya, hukumannya bawa cabe..maklum cabe barang langka. Dua minggu hukuman sudah berlaku, tapi
karena siswa dari balik gunung ndak pulang, cabe yang didapat hanya sedikit,
ndak cukup untuk memenuhi rasa pedas kami. Perbanyak doa saja, itulah yang kami
lakukan.
Waktu yang ditunggu tiba. Setelah libur
akhir pekan 2 orang murid dari SMP dan 1 murid dari SMA datang dari distrik
sebelah dengan membawa satu plastik cabe. Cabe di daerah dingin itu keci kecil,
sekitar ¼ nya cabe normal. Anggapan kita ini cabe kecil, pasti ndak pedes, wong
biasanya bikin sambel juga ndak kerasa. Teman teman memutuskan buat bikin sambel maut ala Pegunungan Bintang. 250 butir
cabe imut diulek dalam sekali sambal. Hm....maknyus....efeknya mules2 yang tak
tertahankan menyerang semua anggota rumah kami. efek pedas cabai bener bener bikin lambung perih. Kamar mandi
menjadi tempat antrian yang panjang. Gedoran demi gedoran kamar mandi menjadi
musik dari pagi sampe pagi lagi..bener bener tobat.
Keesokan harinya disaat gangguan pedes2
setengah mati dengan segala teman temannya menyerang kami, banyak siswa yang
malah mengantar rica-rica alias cabe sebagai oleh oleh dari siswa yang pulang
kampung. Tuhaaan please, inikah rencanaMu. Sungguh hebat nian menggedor nurani.
Satu pelajaran berharga dari yang namanya rica rica. “sukur itu harus ada
apapun kondisinya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar