TUJUAN
PEMBELAJARAN
|
1.
Mengidentifikasi jenis kelembagaan penanggulangan
bencana alam
2.
Mendeskripsikan kelembagaan penanggulangan
bencana alam
3.
Menganalisis peran kelembagaan penanggulangan
bencana alam dalam masyarakat
|
Indonesia merupakan negara
yang sering menghadapi bencana alam,
peristiwa yang cukup memberikan pembelajaran bagi Indonesia seperti Gempa Bumi
dan Tsunami yang meluluhlantakkan wilayah Serambi Mekkah – Aceh 2004, berlanjut
dengan Gempa Bumi di kepulauan Nias 2005, kemudian Gempa Bumi yang mengguncang
di sebagian wilayah D.I Yogkarta dan Jawa tengah 2006, Gelombang Tsunami yang
menerjang Kabupaten Ciamis – Jawa Barat 2007 dan Gempa Bumi di Tasikmalaya
2009, Tsunami di Mentawai, Banjir Bandang di Wasior dan menjelang akhir
tahun 2010 dihiasi dengan banyak letusan
gunung berapi yang salah satunya terjadi di wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah
yakni Gunung Merapi.
Dengan posisi Indonesia yang terletak sebagai daerah
kepulauan dan diantara lempeng tektonik serta berada di daerah deretan gunung
berapi, maka tak heran bahwa negara Indonesia banyak yang menjuluki sebagai
“super market“ bencana. Apabila dianalogikan sebagai sebuah super market,
dimana setiap orang mencari kebutuhan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang
dan papan. Akan tetapi, konotasi yang terkandung dalam kalimat “super market”
tersebut melambangkan bahwa dibalik keindahan panorama Indonesia yang memukau
terletak sumber risiko ancaman yang beragam yang bisa dipilih atau bahkan muncul
sewaktu-waktu, bukan hanya bencana alam, melain ancaman bencana lain yang
diakibatkan dari perubahan iklim dan cuaca
karena ulah manusia sendiri terhadap lingkungan maupun peristiwa konflik
sosial yang diakibatkan dari keberagaman suku bangsa di Negara kita. Maka perlu
sadar, bahwa negara yang kita huni merupakan negara yang berisiko terhadap
ancaman bencana.
Kebencanaan
merupakan pembahasan yang sangat komprehensif dan multi dimensi. Menyikapi
kebencanaan yang frekuensinya terus meningkat setiap tahun, pemikiran terhadap
penanggulangan bencana harus dipahami dan diimplementasikan oleh semua pihak.
Bencana adalah urusan semua pihak. Secara periodik, Indonesia membangun sistem
nasional penanggulangan bencana. Sistem nasional ini mencakup beberapa aspek
antara lain:
Legislasi
Dari sisi
legislasi, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Produk hukum di bawahnya antara lain
Peraturan Pemerintah , Peraturan Presiden, Peraturan Kepala Kepala Badan, serta
peraturan daerah.
Kelembagaan
Kelembagaan
dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara formal, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan focal point lembaga pemerintah di
tingkat pusat. Sementara itu, focal point penanggulangan bencana di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Dari sisi
non formal, di dalam penyelenggaraan PB juga dikenal adanya jejaring dari para
pemangku kepentingan untuk mengurangi risiko bencana. Walaupun tidak secara
khusus diatur dalam UU 24/2007 tapi dalam praktik jejaring tersebut diakomodasi
dan dilaksanakan dengan membentuk forum (platform) baik di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/kota, masyarakat basis, dan tematik. Di tingkat nasional, terbentuk Platform
Nasional (Planas) yang terdiri unsur masyarakat sipil, dunia usaha, perguruan
tinggi, media dan lembaga internasional. Selain itu terdapat Forum Masyarakat
Sipil, Forum Lembaga Usaha, Forum PerguruanTinggi PRB (FPT PRB), Forum Media,
Forum Lembaga Internasional. Di tingkat provinsi ada Forum PRB NTT, Forum PRB
Yogyakarta, Forum PRB Sumatera Barat. Saat ini sudah terbentuk sebanyak 10 Forum
PRB tingkat provinsi di Indonesia. Selain itu ada forum yang bersifat tematik,
seperti Forum Merapi, Forum Slamet, Forum Bengawan Solo, dan lain-lain.
Pendanaan
Saat ini kebencanaan bukan hanya isu lokal atau
nasional, tetapi melibatkan internasional. Komunitas internasional mendukung
Pemerintah Indonesia dalam membangun manajemen penanggulangan bencana menjadi
lebih baik. Di sisi lain, kepedulian dan keseriusan Pemerintah Indonesia
terhadap masalah bencana sangat tinggi dengan dibuktikan dengan penganggaran
yang signifikan khususnya untuk pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
dalam pembangunan.
Berikut beberapa pendanaan yang terkait dengan
penanggulangan bencana di Indonesia:
a. Dana DIPA (APBN/APBD)
b. Dana Kontijensi
c. Dana On-call
d. Dana Bantual Sosial Berpola
Hibah
e. Dana yang bersumber dari
masyarakat
f.
Dana
dukungan komunitas internasional
A.
Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB)
·
Sejarah dan Visi Misi BNPB
Sejarah
Lembaga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terbentuk tidak terlepas
dari perkembangan penanggulangan bencana pada masa kemerdekaan hingga bencana
alam berupa gempa bumi dahsyat di Samudera Hindia pada abad 20. Sementara itu,
perkembangan tersebut sangat dipengaruhi pada konteks situasi, cakupan dan
paradigma penanggulangan bencana. Melihat kenyataan saat ini, berbagai bencana
yang dilatarbelakangi kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis
mendorong Indonesia untuk membangun visi untuk membangun ketangguhan bangsa
dalam menghadapi bencana.
Wilayah Indonesia merupakan gugusan kepulauan
terbesar di dunia. Wilayah yang juga terletak di antara benua Asia dan
Australia dan Lautan Hindia dan Pasifik ini memiliki 17.508 pulau. Meskipun
tersimpan kekayaan alam dan keindahan pulau-pulau yang luar biasa, bangsa
Indonesia perlu menyadari bahwa wilayah nusantara ini memiliki 129 gunung api
aktif, atau dikenal dengan ring of fire,
serta terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia yaitu Lempeng
Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik.
Ring of fire dan berada di pertemuan tiga
lempeng tektonik menempatkan negara kepulauan ini berpotensi terhadap ancaman
bencana alam. Di sisi lain, posisi Indonesia yang berada di wilayah tropis
serta kondisi hidrologis memicu terjadinya bencana alam lainnya, seperti angin
puting beliung, hujan ekstrim, banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Tidak
hanya bencana alam sebagai ancaman, tetapi juga bencana non alam sering melanda
tanah air seperti kebakaran hutan dan lahan, konflik sosial, maupun kegagalan
teknologi.
Menghadapi ancaman bencana tersebut, Pemerintah
Indonesia berperan penting dalam membangun sistem penanggulangan bencana di
tanah air. Pembentukan lembaga merupakan salah satu bagian dari sistem yang
telah berproses dari waktu ke waktu. Lembaga ini telah hadir sejak kemerdekaan
dideklarasikan pada tahun 1945 dan perkembangan lembaga penyelenggara
penanggulangan bencana dapat terbagi berdasarkan periode waktu sebagai berikut.
1945 - 1966
Pemerintah Indonesia membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang
(BPKKP). Badan yang didirikan pada 20 Agustus 1945 ini berfokus pada kondisi
situasi perang pasca kemerdekaan Indonesia. Badan ini bertugas untuk menolong
para korban perang dan keluarga korban semasa perang kemerdekaan.
1966 - 1967
Pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana Alam
Pusat (BP2BAP) melalui Keputusan Presiden Nomor 256 Tahun 1966. Penanggung
jawab untuk lembaga ini adalah Menteri Sosial. Aktivitas BP2BAP berperan pada
penanggulangan tanggap darurat dan bantuan korban bencana. Melalui keputusan
ini, paradigma penanggulangan bencana berkembang tidak hanya berfokus pada
bencana yang disebabkan manusia tetapi juga bencana alam.
1967 - 1979
Frekuensi kejadian bencana alam terus meningkat. Penanganan bencana
secara serius dan terkoordinasi sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, pada tahun
1967 Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor 14/U/KEP/I/1967 yang
bertujuan untuk membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam
(TKP2BA).
1979 - 1990
Pada periode ini Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam
(TKP2BA) ditingkatkan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
Alam (Bakornas PBA) yang diketuai oleh Menkokesra dan dibentuk dengan Keputusan
Presiden Nomor 28 tahun 1979. Aktivitas manajemen bencana mencakup pada tahap
pencegahan, penanganan darurat, dan rehabilitasi. Sebagai penjabaran
operasional dari Keputusan Presiden tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan
instruksi Nomor 27 tahun 1979 membentuk Satuan Koordinasi Pelaksanaan
Penanggulangan Bencana Alam (Satkorlak PBA) untuk setiap provinsi.
1990 - 2000
Bencana tidak hanya disebabkan karena alam tetapi juga non alam
serta sosial. Bencana non alam seperti kecelakaan transportasi, kegagalan
teknologi, dan konflik sosial mewarnai pemikiran penanggulangan bencana pada
periode ini. Hal tersebut yang melatarbelakangi penyempurnaan Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana Alam menjadi Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun
1990, lingkup tugas dari Bakornas PB diperluas dan tidak hanya berfokus pada
bencana alam tetapi juga non alam dan sosial. Hal ini ditegaskan kembali dengan
Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 1999. Penanggulangan bencana memerlukan
penanganan lintas sektor, lintas pelaku, dan lintas disiplin yang
terkoordinasi.
2000 - 2005
Indonesia mengalami krisis multidimensi sebelum periode ini. Bencana
sosial yang terjadi di beberapa tempat kemudian memunculkan permasalahan baru.
Permasalahan tersebut membutuhkan penanganan khusus karena terkait dengan pengungsian.
Oleh karena itu, Bakornas PB kemudian dikembangkan menjadi Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP).
Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 yang
kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2001.
2005 - 2008
Tragedi gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya pada
tahun 2004 telah mendorong perhatian serius Pemerintah Indonesia dan dunia
internasional dalam manajemen penanggulangan bencana. Menindaklanjuti situasi
saat iu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB). Badan
ini memiliki fungsi koordinasi yang didukung oleh pelaksana harian sebagai
unsur pelaksana penanggulanagn bencana. Sejalan dengan itu, pendekatan
paradigma pengurangan resiko bencana menjadi perhatian utama.
2008
Dalam merespon sistem penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah
Indonesia sangat serius membangun legalisasi, lembaga, maupun budgeting.
Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008
tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB terdiri atas kepala,
unsur pengarah penanggulangan bencana, dan unsur pelaksana penanggulangan
bencana. BNPB memiliki fungsi pengkoordinasian pelaksanaan kegiataan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Metamorfosa
terbentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana dari tahun 1945 sampai
sekarang
·
VISI
Ketangguhan
bangsa dalam menghadapi bencana.
·
MISI
a. Melindungi bangsa dari
ancaman bencana melalui pengurangan risiko
b. Membangun sistem
penanggulangan bencana yang handal
c. Menyelenggarakan penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu, terkoordinir, dan menyeluruh
·
TUGAS BNPB
- Memberikan pedoman dan pengarahan usaha penanggulangan bencana
- Menetapkan standardisasi dan kebutuhan PB
- Menyampaikan informasi kepada masyarakat
- Melaporkan penyelenggaraan PB kepada Presiden setiap bulan
- Menggunakan dan mempertanggungjawaban sumbangan/bantuan nasional & internasional
- Mempertanggungjawaban penggunaan anggaran
- Melaksanakan kewajiban lain sesuai peraturan perundangan
- Menyusun pedoman pembentukan BPBD
B.
Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah lembaga pemerintah
non-departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana di daerah baik
Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada kebijakan yang ditetapkan
oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. BPBD dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8
Tahun 2008, menggantikan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan
Bencana (Satkorlak) di
tingkat Provinsi dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB) di tingkat Kabupaten/Kota,
yang keduanya dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005.
1. Tingkat Provinsi Jawa Timur
·
VISI
Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur telah merumuskan visinya untuk lima tahun
kedepan (2009-2014) sebagai berikut:
“Terwujudnya Penanggulangan
Bencana Secara Cepat, Tepat, Efektif dan Efisien.”
·
MISI
Untuk mendukung pernyataan
visi sebagaimana disebutkan di atas, BPBD Provinsi Jawa Timur mengemban misi
sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan
kelembagaan pemerintah serta partisipasi masyarakat dalam penanggulangan
bencana di Jawa Timur.
b. Meningkatkan sarana dan
prasarana pelaksanaan, koordinasi dan komando dalam penanggulangan bencana.
c. Meminimalkan korban jiwa dan
kerugian harta benda akibat terjadinya
bencana.
·
TUJUAN
Tujuan dari penanganan
bencana antara lain adalah untuk :
a. Memberikan perlindungan
kepada masyarakat dari ancaman bencana;
b. Menyelaraskan peraturan
perundang-undangan yang sudah ada;
c. Menjamin terselenggaranya
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan
menyeluruh;
d. Menghargai budaya lokal;
e. Membangun partisipasi dan
kemitraan publik serta swasta;
f.
Mendorong
semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan
g. Menciptakan perdamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam penanganan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
·
TUGAS
BPBD Provinsi mempunyai tugas
:
a. menetapkan pedoman dan
pengarahan terhadap usaha penang gulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, pe nanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan
setara;
b. menetapkan standarisasi serta
kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan
perundang-undangan;
c. menyusun, menetapkan, dan
menginformasikan peta rawan bencana;
d. menyusun dan menetapkan
prosedur tetap penanganan bencana;
e. melaporkan penyelenggaraan
penanggulangan bencana kepada Kepala Daerah setiap bulan sekali dalam kondisi
normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
f.
mengendalikan
pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
g. mempertanggungjawabkan
penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
dan
h. melaksanakan kewajiban lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
i.
Penetapan
pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulang an bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
·
FUNGSI
Sedangkan fungsi BPBD
Provinsi, yaitu :
a. perumusan dan penetapan
kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak
cepat dan tepat, efektif dan efisien; dan
b. pengkoordinasian pelaksanaan
kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
c. penyusunan pedoman
operasional terhadap penanggulangan bencana
d. penyampaian informasi
kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat;
e. penggunaan dan
pertanggungjawaban sumbangan / bantuan;
f.
pelaporan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
g. pelaksanaan tugas-tugas lain
yang diberikan oleh Gubernur.
2.
Tingkat Kota Malang
Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kota Malang, mulai beroperasai mulai Desember
2014. Selama ini, penanganan
bencana daerah Kota Malang menjadi bagian tugas dari Satuan Kordinator
Pelaksana (Satkorlak) bencana di bawah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Besbangpol).
Padahal, belajar dari tahun 2013 hingga pertengahan 2014 ini, terjadi banyak
sekali bencana alam yang menyebabkan beberapa bangunan rusak berat. Oleh karena itu, pemerintah Kota membentuk BPBD Kota Malang
yang saat
ini, kepala BPBD Kota Malang masih dijabat oleh pelaksana tugas (Plt).
Untuk
sementara BPBD dijadikan satu dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
(Bakesbangpol). Pelaksana tugas BPBD dijabat oleh Kepala Bakesbangpol, J
Hartono. Jabatan pelaksana tugas untuk Kepala BPBD tidak akan lama. Pada awal
Januari 2015, kepala BPBD akan diisi pejabat definitif. Plt BPBD Kota Malang, J
Hartono mengatakan, tugas dan fungsi BPBD sudah bisa dilaksanakan mulai
sekarang. Jika ada bencana di Kota Malang, BPBD sudah bisa menanganinya.
C.
Forum Platform Nasional
Platform
Nasional Pengurangan Risiko Bencana Indonesia (Planas PRB Indonesia) adalah
sebuah forum independen yang dibentuk untuk mendorong serta memfasilitasi
kerjasama antar berbagai pihak dalam upaya pengurangan risiko bencana di
Indonesia. Planas PRB Indonesia berupaya mewadahi semua kepentingan terkait
kebencanaan, serta membantu menyelaraskan berbagai kebijakan, program dan
kegiatan PRB di tingkat pusat, agar dapat mendukung tercapainya tujuan-tujuan PRB Indonesia dan
terwujudnya ketahanan dan ketangguhan bangsa terhadap bencana. Planas PRB
Indonesia juga dibentuk untuk mendukung Indonesia dalam mewujudkan komitmennya
untuk melaksanakan Kerangka Aksi Hyogo (KAH).
Planas
PRB Indonesia menjadi suatu forum lintas pelaku di tingkat nasional yang memfasilitasi
pertukaran informasi tentang program-program dan kegiatan-kegiatan PRB yang
dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan termasuk memantau keterkaitan
program dan kegiatan tersebut dengan KAH. Di samping itu
Planas PRB juga menjalankan fungsi-fungsi advokasi isu PRB serta
kemitraan dan kerjasama strategis di tingkat nasional, Planas PRB mendorong
pencarian kiat-kiat adaptasi, implementasi dan penguatan komitmen terhadap KAH,
serta mendorong konsensus dan konsultasi, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Planas PRB secara formal didirikan pada bulan
April tahun 2009 berdasarkan
prakarsa banyak pihak terhadap kesadaran
bahwa Indonesia membutuhkan suatu wahana untuk memadukan wawasan pemerintah dan
para pemangku kepentingan penanggulangan bencana
·
Visi
Terciptanya ketahanan dan
ketangguhan bangsa terhadap bencana.
·
Misi
Meningkatkan keikutsertaan
serta tindakan terpadu berbagai pemangku kepentingan dan pelaku dalam rangka pengarusutamaan PRB ke
dalam kebijakan-kebijakan,
perencanaan, dan
program-program pembangunan. Untuk
melaksanakan misinya,
Planas PRB melakukan kegiatan
:
a. Mendorong kesadaran tentang
pengurangan risiko bencana.
b. Mendorong pengetahuan dan
keterampilan tentang pengurangan risiko bencana.
c. Mendorong partisipasi dalam pengurangan risiko bencana.
d. Memastikan sumberdaya yang
cerdas dan maksimal dalam melakukan pengurangan risiko bencana.
e. Membangun jejaring untuk
pengurangan risiko bencana.
·
Tujuan
a. Mengkoordinasikan kegiatan pengurangan risiko bencana yang dilakukan
oleh seluruh pemangku kepentingan
serta komunitas di tingkat nasional serta mendorong kerja sama efektif antar pihak secara
nasional dalam kegiatan
pengurangan risiko bencana.
b. Mengarusutamakan dan memfasilitasi pengurangan risiko bencana secara
partisipatif dalam perencanaan, kebijakan, dan program-program pembangunan di
tingkat nasional.
c. Mewujudkan upaya pengurangan
risiko bencana yang memiliki sumber daya lebih baik, efektif, terpadu antar
pemangku kepentingan di tingkat nasional.
d. Mendorong partisipasi aktif
komunitas, para pengambil keputusan, perencana dan pelaku pembangunan.
e. Menjadi wadah untuk saling
bertukar informasi, pengalaman,
hasil pembelajaran dan praktek
baik serta membangun dan meningkatkan hubungan antar
pelaku pengurangan risiko bencana di tingkat akar rumput sampai global.
·
Fungsi
Planas dibentuk untuk
memungkinkan para pemangku kepentingan bersama –sama melaksanakan fungsi-fungsi
kolektif yaitu sebagai berikut:
a. Planas PRB sebagai wahana
penganjur upaya-upayaPRB oleh para pihak sesuai dengan amanat-amanat UU PB
beserta kebijakan-kebijakan turunannya.
b. Planas PRB merupakan focal
point di tingkat regional maupun global.
c. Planas PRB sebagai suatu
penyambung para pihak untuk berinteraksi satu-sama lain untuk memberikan sumbangsih
dalam penyusunan kebijakan nasional dalam penyusunan Rencana Aksi Nasional PRB,
terutama dalam rangka memastikan terintegrasikannya prioritas-prioritas PRB ke
dalam rencana-rencana pembangunan, dan oleh karenanya mendapatkan alokasi
sumberdaya, pada tataran nasional dan daerah.
d. Planas PRB sebagai wahana
penyelaras berbagai upaya PB/PRB dimana melalui konsultasi dan pembinaan
konsensus para pihak dapat menemukan kiat-kiat untuk mengoptimalkan investasi
waktu, tenaga dan sumberdaya para pemangku kepentingan, termasuk di dalam
fungsi ini adalah mempertemukan para penggagas, penyelenggara dan para
pendukung (termasuk donor) kegiatan-kegiatan PRB.
e. Planas PRB sebagai sarana
pembahas issue dan agenda PRB berbagai pemangku kepentingan untuk menghasilkan
advis-advis kebijakan dan strategis kepada para penyelenggara PRB.
f.
Planas
PRB sebagai wahana pemantau dan penilai
kemajuan pencapaian tujuan-tujuan strategis KAH.
D.
Forum Pengurangan Resiko
Bencana
Forum
Pengurangan Risiko Bencana adalah Forum atau wadah yang menyatukan organisasi
pemangku kepentingan (multi stakeholders) Daerah di Indonesia yang bergerak
dalam mendukung upaya-upaya pengurangan risiko bencana ( PRB) di w ilayah
tersebut. Sebagai Platform Pengurangan Risiko Bencana di tingkat
provinsi/Kota/Kab yang menyediakan mekanisme koordinasi untuk meningkatkan
kolaborasi & koordinasi berbagai pemangku kepentingan dalam keber lanjutan
aktivitas-aktivitas PRB melalui proses konsultatif dan partisipatif yang
selaras dengan pelaksanaan kerangka kerja PRB sebagaimana ditetapkan kebijakan
nasional.
Sejalan
dengan cita-cita nasional untuk menjadi komunitas yang tangguh terhadap
bencana, Forum Pengurangan Risiko Bencana Daerah melaksanakan misi yang diilhami
oleh nilai-nilai kemanusiaan guna mewujudkan komunitas Daerah yang tangguh
terhadap bencana. Berdasarkan keyakinan tersebut, Forum Pengurangan Risiko
Bencana Daerah memberikan kontribusi dalam pengurangan risiko bencana melalui
advokasi, pengawasan, fasilitasi dan konsultasi yang memungkinkan terjadinya
pengarusutamaan pengurangan r isiko bencana bagi semua pemangku kepentingan
menuju komunitas yang tanggap dan tahan bencana. Pada waktu didirikan Forum
Pengurangan Risiko Bencana Daerah menjadi bagian dari Platform Nasional
Pengurangan Risiko Bencana (PLANAS PRB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar